Baca Tulisan Sebelumnya : Dobrak Mitos
MUNGKIN Anda sering mendengar keluhan, seperti kata-kata “krisis ekonomi”, “susah dapat uang”, “susah cari kerja”, “dunia memang keras”, dan lain sebagainya. Atau, mungkin ada semacam kritikan yang Anda terima pada masa lampau. Hal-hal seperti itu menciptakan mitos yang merugikan, yaitu munculnya kepercayaan bahwa Anda tidak berhak atas kesuksesan.
Ini sering terjadi kepada mereka yang hidup dari keluarga yang terbatas pengetahuannya. Lingkungan yang marginal. Kurang pendidikan. Jadi, ada mitos yang dipercaya oleh lingkungan, seperti bahwa orang miskin penuh hikmah dan nilai-nilai luhur, sementara orang kaya penuh dengan dosa.
Ada pula yang mengatakan banyak harta membuat beban di akhirat nanti. Juga kata-kata, “Sudah, takdir kita memang begini.” Atau, kata-kata yang bernada menyalahkan pemerintah yang kurang mengurusi rakyatnya.
Ini cukup aneh. Mengapa hal yang terjadi kepada diri kita, dipersalahkan ke orang lain?
Baca : Melihat ke Dalam Diri
Seorang yang memiliki kesadaran (self-concept) kemakmuran yang tinggi, menunjuk keluar hanya posttif, kemudian menunjuk ke dalam lebih positif lagi.
Misalkan dalam kehidupan Anda dibesarkan dengan keadaan negatif dan hanya ingat hal yang negatif, tetapi ternyata Anda berhasil mengatasi masalah tersebut. Pikiran Anda harus tetap positif, dan yang lebih penting lagi, perasaan Anda pun harus tetap happy dan posttif. Anda pasti sukses.
Saran saya, Anda tetap harus menata template dasar-dasar nilai yang telah terbentuk dalam sindiran, kritikan, atau kesinisan yang pernah Anda alami. Hilangkan dengan menatanya dilapisan bawah.
Benar, Anda bisa tutup dengan citra dan pelajaran di awal, dan Anda sebaiknya melakukannya secara terus-menerus agar tidak muncul ke permukaan.
Jika Anda sempat menyimak catatan perjalanan hidup saya yang lalu-lalu, saya lelah hidup tersandung-sandung, jalan terantuk-antuk. Di sanalah saya melakukan perenungan sekali lagi. Saya mendefinisi ulang pikiran saya. Saya mengulangi kata-kata positif lagi terhadap diri maupun ke luar diri. Terus-menerus hingga sekarang dan semoga saja juga begitu dimasa yang akan datang.
Baca Juga : Persepsi adalah Biang Masalah
Kini saya ubah nilai-nilai lama saya. Saya ingin mengerjakan hal-hal yang saya cintai, bersama orang yang saya cintai, mendapatkan ridho ilahi, dengan hasil tak terhingga.
Dalam pikiran, tentu data lama masih ada dan tetap ada. Tapi sebaiknya, kita letakkan di dasar paling bawah, sedangkan pikiran dengan data baru yang positif berada dilapisan atas.
Sejujurnya, yang kita tata kali ini masih berkisar tentang materi. Kita masih harus bekerja keras untuk menata tentang kesehatan, hubungan dengan keluarga, mendidik anak, dan lain sebagainya.
Ada sebuah pemahaman baru yang akan masuk ke dalam pikiran Anda di chapter selanjutnya, di mana Anda akan tersentak karena ada sesuatu yang berbeda dengan pemahaman selama ini di dalam pengertian “mencari materi”.
Anda tidak perlu menjadi pengusaha untuk kaya raya, tak perlu modal besar untuk sukses. Bahkan, Anda boleh dengan santai dan tetap mengerjakan apa yang Anda suka, yang Anda cintai. Anda tetap berhak untuk kaya raya meskipun tetap dengan profesi Anda, dengan profesi keseharian Anda.
Tak perlu berubah drastis. Kalau Anda ibu rumah tangga, tak perlu menjadi pegawai meninggalkan anak-anak balita dirumah. Yang Anda butuhkan hanya merubuhkan jangkar “segala sesuatu yang membuat Anda miskin”, yang selama ini menghalangi Anda dan tujuan mendapatkan kemakmuran.
Dan, tulisan ini juga tidak menjanjikan Anda akan memperoleh “rose garden’; bahwa semuanya mudah, semuanya enteng semudah membalik telapak tangan. Tidak sama sekali. Yang harus disadari adalah, semua dimulai dengan keyakinan. Keyakinan baru.
Baca Juga : Pahami Cara Kerja Otak Anda
Jadi, sekali lagi saya ulangi, “Siapa bilang mau kaya harus berbisnis? Siapa bilang sukses itu mudah, hanya perlu kerja pintar, tanpa modal, tanpa kerja keras?”
Saya jamin, yang berbicara bahwa untuk sukses Anda harus berbisnis, atau ada yang mengatakan sukses itu mudah, tanpa kerja keras, tanpa modal, kerja pintar, adalah seorang pembelajar yang baik, tetapi bukan pelaku yang menjalankan roda ekonomi.
Yakinlah, yang berbicara seperti itu pasti seorang yang bertujuan baik. Namun bagi saya, niat baik tersebut bisa misleading, membuat manusia lain salah arah. Jadi, pemahamannya harus diperdalam agar lebih benar, bukan hanya jargon. Saya tahu sekali niatnya memotivasi semua orang, agar orang tidak patah semangat dengan kondisi saat ini.
Saya juga paham sekali bahwa banyak pemutar roda ekonomi saat ini banyak datang dari kalangan yang memiliki sedikit pendidikan sekolah, dengan sedikit modal – bahkan ada yang tanpa modal. Cerita tentang orang-orang seperti ini menjadi semacam pendekatan mirroring. Agar satu rasa.
Kemudian dibandingkanlah dengan kisah-kisah orang sukses di dunia yang juga tak bermodal dan tak berpendidikan tinggi. Tujuannya sama, yaitu agar termotivasi untuk semangat. Dan ini tidak salah, ini benar. Saya setuju sekali.
Akan tetapi, siapa pun yang mengatakan hal tersebut sebaiknya menjelaskan lebih dalam lagi. Yang disebut, misalnya, berbisnis properti tanpa modal. Sebaiknya diterangkan lagi dengan benar. itu broker properti atau pebisnis properti?
Kalau broker, memang modal duitnya sedikit. Karena memang tanah orang, aset orang, kita hanya menjualkan dan memasarkan. Fee yang didapat merupakan imbalan dan jasa kita. Lain halnya dengan pebisnis properti.
Pebisnis properti, belum mulai berjualan dan berbisnis saja, sudah harus sibuk bayar izin segala macam, mulai dari HO (Hinderordonnantie) atau surat izin gangguan, ada AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan), ada IMB (Izin Mendirikan Bangunan), dan sebagainya.
Lain, berbisnis properti tanpa modal itu di mananya?
Jadi, daripada mengusung woro-woro “bisnis properti tanpa modal”, menurut saya akan lebih baik jika informasinya diperjelas. Misalnya, “cara menjadi sales properti yang baik”, “cara melipatgandakan penjualan properti Anda”, dan semacamnya. Menurut saya, itu lebih jujur dan tidak memberi harapan palsu kepada orang-orang yang haus sukses.
Baca Juga : Pikiran Itu Mencipta
Ada juga yang mengusung jargon “kerja pintar”, dan ini biasanya adalah pemain bisnis jaringan. Dan, sekali lagi, ini bukan hal yang salah. Benar, kerja pintar. Karena kerja Anda hanya jualan produk. Anda tidak perlu memikirkan gudang, distribusi, administrasi, atau izin-izin. Anda tidak perlu susah-payah menciptakan merek dagang, dan lain sebagainya.
Anda hanya perlu membangun sales team, berjualan, dan memotivasi. Titik. itu memang kerja pintar. Anda hanya mengerjakan 30% dari sisi bisnis. Namun, para leader seperti itu tidak bisa mengatakan bahwa ber-MLM itu berbisnis. Itu hanya strategi salesmanship, dan bagian dari bisnis itu belum berbisnis penuh.
Kalau Anda pemilik bisnis jaringan tersebut, barulah Anda bisa menyebut diri sebagai pebisnis.
Ada juga yang mengatakan. Bill Gates tidak menyelesaikan sekolahnya. Atau, Liem Swie Liong tak sekolah. Dan pengusaha sukses lain yang tidak bersekolah formal. Ini menimbulkan pemahaman yang keliru bahwa pendidikan itu tidak diperluan untuk berbisnis.
Hal ini saya juga tidak menentangnya. Bisnis memang open source, semacam pintu terbuka. Mau orang itu tak berpendidikan, tak beragama, tak bermoral, kejam, atau baik hati, atau usaha jenis apa pun, Anda bisa saja sukses. Bisnis sukses tidak bisa diklaim sebagai hanya tempat orang tak berpendidikan. Itu tempat semua orang dengan latar ras apa pun, agama apa pun, dengan ilmu apa pun.
Bagi saya – maaf, ini hanya pendapat pribadi – benarlah banyak orang tersebut tidak berpendidikan formal. Akan tetapi, kalau Anda berada di dekat mereka, akan terasa bahwa ilmu mereka tinggi sekali. Ya, mereka memang sangat berilmu, dan dalam menuntut ilmu memang tidak diperlukan sekolah formal. Selama Anda bisa belajar, bisa berilmu, sekolah formal hanya pelengkap.
Seorang Ciputra sejak lahir sudah melihat timbangan terigu dan telor di matanya tatkala orang tuanya berdagang. Dari bayi, dia sudah mengenal tawar-menawar, berjualan, menentukan harga, dan melayani pelanggan – walau saat itu hanya skala warung. Nah, ini sebuah keilmuan yang dipelajari melalui pengalaman jalan hidup.
Siapa yang bisa melawan keilmuan dagang seperti itu? Mau makan sekolah sampai S3 diperguruan tinggi ternama juga nggak diajari hal itu. Lalu, sewaktu dia berbisnis diusia 20 tahunan, sebenarnya dia sudah memiliki ilmu dagang sebagai platform pola dalam pikirannya.
Jadi, berbisnis merupakan sebuah matriks yang rumit, yang seharusnya tidak dipikirkan, tetapi dijalankan. Untuk berbisnis, Anda harus memiliki komitmen dan ide yang terlatih. Bahkan, sahabat saya mengatakan, sekreatif apa pun ide Anda, kalau tidak laku dijual maka Anda tidak kreatif.
Kesimpulannya, Anda harus dipercaya. Kalau kepercayaan orang terhadap Anda sangat tinggi, apa pun yang Anda berikan – bahkan meskipun menurut mereka ide Anda jelek atau produk Anda buruk – pasti akan tetap dibeli.
Lalu, benarkah tak perlu kerja keras? Saya meneliti dalam-dalam hal ini, dan saya percaya semua orang kaya atau orang sukses adalah pekerja keras. Namun, mereka bukan saja pekerja keras, tetapi juga orang yang tahu memanfaatkan waktu. Mereka bekerja keras? Iya. Tapi begitu liburan, mereka benar-benar menikmatinya dengan lepas, enjoy.
Mereka pandai membagi waktu antara kerja, dirumah, dan bersosialisasi. Kata-kata “work hard play hard” bukan sekadar jargon. Mereka melakukannya secara harfiah. Perilaku kerja yang pintar membagi waktu tadi itulah sesungguhnya yang disebut kerja pintar.
Baca Juga : Anda Diciptakan untuk Sukses
Kalau mereka diinfokan hanya main golf atau selalu datang siang ke kantor, sudah ada sistem yang bekerja. Karena, sudah ada para direktur yang mengerjakan. Itu merupakan produk tahunan kerja keras mereka.
Ibaratnya orang menanam mangga, setelah 4 tahun panen dan terus menghasilkan selama 25 tahun. Kalau dilihat di tahun ke-10, ya kita akan melihat seseorang yang santai. Namun, kalau Anda melihat 4 tahun pertamanya, mungkin penilaian Anda berbeda, mungkin Anda memandangnya sebagai seorang workaholic atau penggila kerja.
Satu hal lagi, apakah untuk kaya atau sukses harus berbisnis? Nah, untuk hal yang satu ini saya sedikit berlawanan dengan banyak orang. Saya percaya untuk kaya atau sukses, Anda tidak perlu berbisnis. Dengan kalimat lain, untuk kaya, ada ribuan cara. Berbisnis atau berwirausaha hanya salah satunya saja.
Mau Anda berlatar belakang office boy, pedagang kaki lima, pensiunan, olahragawan, TNl, guru, tukang las, ibu rumah tangga, atau tukang parkir sekalipun, sukses atau kaya adalah masalah perilaku atau attitude. Kaya atau sukses adalah produk sampingan dari sebuah perilaku kaya.
Menabung contoh perilaku orang sukses, berinvestasi adalah perilaku orang sukses, dipercaya banyak orang adalah perilaku orang sukses, dan banyak lagi perilaku pribadi sukses, dan ini bukan hak prerogatif pebisnis.
Anda menjadi good follower juga termasuk perilaku pribadi sukses. Anda seorang good listener juga termasuk pribadi sukses. Baik Anda seorang pegawai atau seorang yang putus sekolah, Anda perlu memiliki kepribadian seperti itu untuk bisa sukses.
Anda tidak perlu repot-repot membangun perusahaan blue chip. Anda bisa mempelajari dengan saksama di board pasar saham. Lalu, belilah dalam jangka panjang. Otomatis Anda sudah merupakan shareholder perusahaan tersebut, walaupun minoritas. Namun tetap saja, Anda termasuk pemilik sebagian saham perusahan tersebut.
Misalkan Anda tahu di masa sekarang, bisnis retail akan naik, melihat net income per kapita Indonesia sudah diatas 3500 USD. Jadi, belilah saham Unilever, lalu simpan selama 5 tahun. Dijamin, kenaikannya pasti. Itu investasi.
Bahkan, sahabat-sahabat istri saya dan kelompoknya memiliki kebiasaan aneh – setidaknya menurut saya. Setiap bulan arisan. Yah, namanya ibu-ibu. Tapi ada yang aneh di kelompok ini. Setiap arisan, isinya adalah perdebatan data dan informasi saham apa yang akan mereka beli dibulan ini. Lalu siapa pemenangnya yang akan ambil uang itu di tahun depan.
Misalnya masing-masing setor Rp1.000.000 tiap butan. Ada 12 peserta, jadi setiap bulan ada saham yang dibeli senilai Rp12.000.000 yang akan dicairkan 1 tahun setelah diinvestasikan. Misalnya dari hasil kocokan, Ibu A yang dapat bulan ini, dibelikan saham kelapa sawit Astra Argo Lestari. Lalu bulan depan, Rp12.000.000 diinvestasikan ke saham Trada Marine Cargo. Itu diputuskan setelah mereka berdua belas berdebat dan berdiskusi.
Kalau dengar ceritanya, seru juga sih. Saya yang dulu-dulu merasa arisan itu hal yang berbau socialite dan hanya perilaku sosial semata, jadi melihat arisan dari sisi menarik sekarang.
Baca Juga : Pilih yang Ingin Anda Pikirkan
Sumber : Buku ‘SADAR KAYA’
Karya : Mardigu Wowiek Prasantyo
Baca Tulisan Berikutnya : Apa itu pikiran?